KITAB SUCI ROCKY GERUNG, FIKSI & BERWARNA POSITIVISME LOGIS


TELAH TERBIT KITAB SUCI BARU,

KITAB SUCI ROCKY GERUNG, FIKSI & BERWARNA POSITIVISME LOGIS

Oleh Zainal Fikri (Dosen Filsafat UIN Antasari Banjarmasin)


Kitab Suci Fiksi


“Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci itu fiksi.”(Rocky Gerung)

Proposisi kondisional ini berisi dua kalimat:

Anteseden: Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi

Konsekuen:  kitab suci itu fiksi





Kalau Anda mau membatalkan dalil ini, menurut RG, Anda harus batalkan konsekuen, bukan anteseden. Dalam logika, mengingkari atau membatalkan konsekuen disebut “Modus Tollens”, bentuk formalnya adalah:

Jika P, maka Q.

bukan Q.

Bukan P.

P1) Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci itu fiksi

P2) Kitab suci itu tidak/bukan fiksi
---------------------------------------
C) Fiksi itu tidak mengaktifkan imajinasi


Pada pernyataan RG tentang kitab suci fiksi ada asumsi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, sedangkan kitab suci juga mengaktifkan imajinasi. Jadi ada kesamaan antara fiksi dan kitab suci, yaitu sama-sama mengaktifkan imajinasi. Karena kesamaan itu lalu kitab suci itu fiksi. Jika itu asumsinya, maka BENAR bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi dan BENAR bahwa kitab suci itu fiksi.

Asumsi ini bermasalah, jika ada yang berpendapat dan meyakini bahwa kitab suci itu bukan fiksi, walaupun mengaktifkan imajinasi. Karena tidak semua yang mengaktifkan imajinasi itu fiksi. Bagi sebagian orang kitab sucinya berisi pernyataan-pernyatan yang bisa dibuktikan secara empiris. Oleh karena itu faktual, bukan fictional. Bagi mereka kitab suci yang mereka yakini juga berisi pernyatan tentang fakta.

Sebuah proposisi kondisional adalah SALAH jika anteseden adalah BENAR dan konsekuen adalah SALAH. Jika proposisi “kitab suci itu fiksi” adalah SALAH, maka proposisi RG itu SALAH. Oleh karena itu, supaya pernyataan RG itu BENAR, anteseden harus BENAR dan konsekuen juga BENAR. Yaitu BENAR bahwa  “fiksi itu mengaktifkan imajinasi” dan BENAR bahwa “kitab suci itu fiksi.”

Untuk itu kita perlu memahami “kitab suci Rocky Gerung” dengan menyimpan dulu (“Kitab Suci Al-Quran”) --jika kita orang Islam. Jangan campur-adukkan kitab suci punya kita (Al-Quran) dengan “kitab suci RG”. Kita anggap saja “kitab suci RG” berbeda dan bukan “kitab suci kita.” Dengan demikian, ada kitab suci baru, namanya adalah “Kitab Suci Rocky Gerung.”




Apa isi dan ciri-ciri Kitab Suci Rocky Gerung?
Kalau kita mendengar secara keseluruhan apa yang diucapkan RG pada Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (10/4/2018), pernyataan-pernyataannya adalah sebagai berikut:


  1. Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci itu fiksi
  2. karena belum selesai, belum tiba itu
  3. ada fungsi dari fiksi untuk mengaktifkan imajinasi,  menuntun kita untuk berfikir lebih imaginatif
  4. kenapa anda abaikan sifat fiksional dari kitab suci?
  5. Kan itu bukan faktual, belum terjadi
  6. kalau saya bilang itu fiksi, saya punya argumen, karena saya berharap terhadap eskatologi dari kitab suci
  7. kalau saya tanya sekarang kitab suci fiksi atau fakta? Anda mau jawab apa? Is it factual? nggak.
  8. waktu saya memilih kata kitab suci, dengan sendirinya saya menghindari menyebut nama kitabnya,
------------------------------------------
Dari pernyataan-pernyataan RG di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Kitab Suci RG:

  1. berisi hal-hal yang belum selesai, belum tiba (1&2)
  2. mengaktifkan imajinasi (1&3)
  3. menuntun kita untuk berfikir lebih imaginatif (1&3)
  4. bersifat fictional (1&4)
  5. bukan faktual, belum terjadi, bukan fakta (1,5,7 )
  6. berisi eskatologi, yaitu yang belum selesai, belum tiba  (1, 2,6)
  7. tidak ada namanya (1&8) [RG tidak menyebut Quran, Injil, Zabur, Taurat sebagai kitab suci fiksi]
--------------------------------------------
Jadi isinya Kitab Suci RG itu adalah eskatologi, yaitu sesuatu yang belum selesai dan belum tiba seperti neraka dan kiamat. Ajaran Kitab Suci RG tentang neraka dan kiamat mengaktifkan imajinasi pembacanya tentang neraka dan kiamat. Eskatologi itu, seperti kiamat belum tiba. Neraka itu fictional, bukan fakta.


Positivisme Logis (Logical Positivism)

Walaupun, RG berkata “fiksi lawannya realitas bukan fakta”, RG sering melawankan “ fiksi vs fakta”, “fictional vs faktual. Darimana dalam sejarah filsafat, pernah diucapkan dengan lantang bahwa kitab suci seperti karya fiksi adalah tidak berisi fakta? 




Adalah Alfred Jules Ayer, salah satu tokoh utama aliran positivisme logis, dalam karyanya Language, Truth and Logic (1952) yang mengatakan dengan lantang bahwa metafisika dan semua yang diklaim berasal dari Tuhan adalah “fictitious”:
a number of the traditional "problems of philosophy" are metaphysical, and consequently fictitious,” (hal. 44). 
Ayer tidak menggunakan kata “fictional” , ia menggunakan kata “fictitious” yang artinya tidak faktual, tidak empiris, eksistensinya tidak bisa dibuktikan secara empiris apakah benar ada atau tidak. Karena tidak bisa dibuktikan secara empiris, maka menurut Ayer pernyataan tentang objek-objek fictitious itu tidak bisa dibuktikan apakah benar atau salah. Mau dikatakan “BENAR”, kita tidak bisa membuktikannya secara empiris. Mau dikatakan “SALAH”, kita juga tidak bisa membuktikan secara empiris. Misalnya, pernyataan bahwa setelah mati, roh manusia masih hidup di kehidupan lainnya, adalah pernyataan “metafisikal” dan “fictitious” yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara empiris.



Dengan demikian, menurut Ayer, sesuatu yang “fictitious” itu adalah sesuatu yang tidak faktual dan tidak empiris. Sesuatu yang secara epistemologis tidak bisa diobservasi secara empiris oleh manusia adalah bukan fakta dan tidak faktual.

Ayer juga mengejek metafisikawan sebagai “penyair salah tempat” (misplaced poet):
“it is fashionable to speak of the metaphysician as a kind of misplaced poet” (hal. 44).
Metafisikawan itu salah tempat (salah kamar), tempat mereka itu bukan di dunia filsafat yang positivis empiris. Tempat mereka adalah di dunia puisi yang non-empiris.




Kembali ke RG. Pada pernyataan RG bahwa kitab suci itu fiksi, kita melihat warna positivisme logis di situ. Karena isi Kitab Suci RG adalah eskatologi, seperti neraka. Neraka itu secara epistemologis tidak bisa diakses dengan indera. Apakah Anda pernah melihat neraka? Bagaimana Anda mempertanggungjawabkan  secara epistemologis bahwa bahwa neraka itu begini dan begitu, kalau Anda sendiri tidak pernah melihatnya? Kalau Anda tidak melihat neraka, maka neraka itu adalah fiksi, karena dia tidak faktual. Apakah neraka itu “faktual” atau “fictional”, menurut positivisme logis, adalah tergantung pada apakah neraka itu bisa diobservasi (observable) atau tidak. Begitulah kira-kira posisi epistemologis RG tentang eskatologi. Karena Kitab Suci RG berisi eskatologi, dan eskatologi itu fiksi, maka Kitab Suci RG itu fiksi.

Dengan demikian, kita patut berterima kasih kepada RG yang telah menyelamatkan karya fiksi (yang telah dibully oleh politisi) menjadi setara dengan kitab suci, dan jengkel dengan kaum posivitivis logis, seperti Ayer, yang menurunkan derajat metafisika (pernyataan dan kepercayaan tentang Tuhan, kehidupan setelah mati, dan akhirat) menjadi setara dengan karya fiksi, bahkan mengejeknya.

Comments

Fisman Bedi said…
Mantap mencerahkan
Unknown said…
Tidak jauh dari materi NDP bab Dasar-Dasar Kepercayaan
Yahya said…
Berasa ingin kembali mengkaji dan mengulang ilmu Filsafat di semester 1 dan 2. Masih kurang tau rumus nya pak. Terimakasih atas ilmunya saya mahasiswa angkatan 2017 :D Salam Akal Sehat
Unknown said…
The best argument, 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Unknown said…
Sehat selalu bpa Zainal Fikri 🤗, (FS) Hukum Keluarga 2017.

Popular posts from this blog

Pas Pelajar Anak ke Sekolah Rendah

Simpan Google Books dalam Hardisk

Jurnal Predator: Journal of Talent Development and Excellence